Korupsi Penyerobotan Lahan Suaka Margasatwa Langkat Rp787,17 M: Terdakwa Akuang tak Ditahan, Lahan Disita Kejatisu Tapi Masih Bisa Rutin Memanen

Kasus dugaan korupsi alih fungsi Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut masih terus berproses di tahap persidangan.

topmetro.news – Kasus dugaan korupsi alih fungsi Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut masih terus berproses di tahap persidangan.

Anehnya, kendati sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Alexander Halim alias Akuang, yang kini berstatus sebagai terdakwa ternyata tidak ditahan. Padahal, Akuang diduga merupakan otak pelaku korupsi penyerobotan alih fungsi lahan Kawasan Hutan Marga Satwa yang telah merugikan negara senilai Rp787,17 miliar.

Ironisnya, kendati lahan seluas 210 hektar tersebut telah disita oleh Kejati Sumut melalui Penetapan PN Medan No: 39/SIT/PID.SUS/-TPK/2022, hingga kini pihak perusahaan dengan modus koperasi itu masih terus bebas melakukan pemanenan.

Apalagi, dalam persidangan yang digelar, Kamis (30/1/2025), di Aula Cakra I PN Medan, terungkap ada 60 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di atas lahan konservasi margasatwa, serta ada sekitar 28.000 pohon sawit telah diproduksi hampir puluhan tahun.

Dengan tidak ditahannya Akuang dan pihak perusahaan masih bebas terus memanen di atas lahan yang berstatus aquo itu, Kasipenkum Kejatisu Adre Wanda Ginting SH MH, saat dikonfirmasi awak media, termasuk topmetro.news, menjawab agar media ini mengkonfirmasi Kejari Langkat.

“Konfirmasi ke Kejari Langkat,” ujarnya singkat melalui chat WhatsApp, Jumat (31/1/2025).

Namun, saat media ini mengkonfirmasi pihak Kejari Langkat, kembali lagi diarahkan untuk mengkonfirmasi pihak Kejati Sumut. Saat dikonfirmasi kembali jawaban dari pihak Kejari Langkat tadi, lalu Kasipenkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting berjanji akan mengkonfirmasi ke bidang terkait.

Sekadar diketahui, pasca-Kejati Sumut menyita lahan seluas 105 hektar lahan konservasi marga satwa beberpa waktu lalu, pihak Kejati Sumut menyerah pengawasan lahan tersebut kepada Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah 1 Sumut.

Namun, kendati lokasi lahan yang 105 hektar tersebut dipercayakan kepada BKSD Wilayah I Sumut, pihak pekerja yang berkedok anggota kelompok tani masih tetap merawat seperti biasanya.

Bahkan, Rajali sebagai Ketua Koperasi Serba Usaha Sinar Tani Makmur (STM) sekaligus menjadi orang kepercayaan terdakwa Akuang dan 5 saksi lainnya, termasuk Hendri Sitanggang Grup sebagai pemilik awal Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan seluas 60 hektar di lahan konservasi margasatwa itu, masih terus bebas memanen kelapa sawit.

Terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah I Sumut, melalui Humas Kantor Balai Besar KSDA Wil I Sumut Kabanjahe Kabupaten Tanah Karo (yang bertanggungjawab dalam pengawasan lahan kawasan konservasi Tapak Kuda Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat), Evansus Renandi Manalu, saat coba dikonfirmasi via telepon dan chat WhatsApp terkait pengawasan kawasan lahan konservasi margasatwa yang telah disita Kejati Sumut tersebut, Jumat (31/1/2025), tidak bersedia menjawab.

Sebagaimana proses persidangan perkara korupsi alih fungsi kawasan suaka margasatwa menjadi lahan perkebunan kelapa sawit di PN Medan, Kamis (30/1/2025) kemarin, terungkap bahwa saksi Rajali sebagai Ketua Koperasi Serba Usaha Sinar Tani Makmur (STM) dan lima saksi lainnya, termasuk Hendri Sitanggang Grup sebagai pemilik awal Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan seluas 60 hektar.

Dalam persidangan, Hendri Sitanggang mengatakan, lahan seluas 60 hektar tersebut terdiri dari 14 SHM yang merupakan milik orangtuanya, Jasman Sitanggang, saat bekerja di Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Kabupaten Langkat.

“Lahan seluas 60 ha ini sebahagian ditanami sawit dan pada tahun 1998 sudah SHM,” ucap Hendri Sitanggang.

Dari keterangan saksi Rajali, menyebutkan, jika aktor di balik layar lahirnya Koperasi Serba Usaha Sinar Tani Makmur adalah terdakwa Akuang dan anggotanya yang merupakan seluruh pekerja kebun seluas 210 hektar.

“Akuang sebagai penasihat koperasi dan anggotanya seluruh pekerja,” ungkap Rajali menjawab pertanyaan JPU.

Kelompok tani hanya sebagai kedok dari terdakwa untuk merambah kawasan hutan lindung. Sebab hasil panen sawit justru disetor langsung kepada terdakwa Akuang melalui Ketua Koperasi sekaligus mandor lapangan.

“Hasil penjualan kami setor sama Akuang,” katanya.

Belakangan setelah Kejati Sumut menyita lahan seluas 105 hektar dan pengawasan diserahkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah 1 Sumut, pihak kelompok tani masih tetap merawat dan memanen seperti biasanya.

“Setelah kebun sawit seluas 105 hektar disita, lalu bagaimana kelanjutan kelompok tani,” tanya JPU.

“Kami tetap merawat seperti biasanya,” ujar Rajali.

Kemudian, saksi pihak Dinas PUTR Kabupaten Langkat mengatakan, sesuai peta tata ruang dan peraturan daerah, bahwa lahan 105 hektar di Desa Tapak Kuda itu masuk kawasan hutan lindung.

reporter | Rudy Hartono

Related posts

Leave a Comment